Menengok Ladang Panel Surya Terbesar di Indonesia

Pembangkit Listrik Tenaga Surya / PLTS Atap – Listrik menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan manusia. Tanpa listrik, peralatan elektronik tidak dapat digunakan atau berfungsi sebagaimana mestinya. Listrik juga menjadi sumber penerangan bagi kehidupan manusia dan merupakan kebutuhan dasar untuk segala aktivitas. Kebutuhan akan listrik konvensional atau PLN yang semakin meningkat dapat mengakibatkan krisis listrik terjadi kapan saja.

Untuk mencegah terjadinya krisis tersebut, saat ini banyak yang mulai beralih menggunakan sumber energi alternatif. Salah satu sumber energi alternatif yang paling banyak digunakan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau yang lebih dikenal sebagai PLTS. Pembangkit listrik ini dapat menjadi solusi terbaik bagi Anda yang ingin lebih hemat energi dan hemat biaya.

Tapi tahukah kamu bahwa PLTS sudah banyak tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia, loh. Hal ini memang sudah sesuai dengan target pemerintah terhadap bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% sampai di tahun 2025.  Pemerintah juga menargetkan penggunaan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) sebesar 908 Megawatt Peak (MWp) sampai tahun 2029.

Dari banyaknya PLTS yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, rupanya ada empat lokasi PLTS terbesar di Indonesia yang patut jadi kebanggaan kita semua. Kira-kira di mana saja keempat lokasi PLTS tersebut ya? Yuk mari kita simak penjelasan berikut:

1. PLTS Likupang

Ladang Panel Surya terbesar di Indonesia yang pertama adalah 64.620 panel surya yang tersusun di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Panel surya yang terbentang di ladang seluas 29 hektar ini resmi menjadi PLTS terbesar di Indonesia sejak 5 September 2019. PLTS Likupang menjadi salah satu cara pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik tanpa harus terus menerus mengandalkan energi fosil. 

Konsep pengembangan clean and renewable energy membuat PLTS Likupang dibangun sejak Power Purchase Agreement (PPA) pada akhir tahun 2017. Melansir laman esdm.go.id, pembangunan PLTS Likupang memakan waktu sekitar 1,5 tahun dengan total biaya investasi mencapai USD 29,2 juta.

Pembangkit listrik tenaga surya ini dilengkapi dengan 120 arry box, 24 set inverter dan 6 PV box. Kehadiran alat penangkap sinar matahari ini difungsikan oleh Vena Energy yang juga merupakan produsen listrik swasta untuk PLTB Tolo di Jeneponto serta 3 PLTS di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kontrak jual beli listrik di PLTS Likupang sendiri berlangsung selama 20 tahun dengan skema Built, Own, Operate, Transfer (BOOT).

Meski PLTS raksasa ini tidak bisa menghasilkan listrik sepanjang hari, namun jika dilihat dari sisi harga jauh di bawah penggunaan BBM dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Selain dari sisi harga, PLTS ini juga ramah lingkungan karena mampu mengurangi efek gas rumah kaca hingga 20,01 kilo ton. 

PLTS memang menjadi salah satu cara untuk Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi utama yang mudah dijangkau oleh masyarakat Indonesia. Terlebih pendirian PLTS selalu terkendala oleh luasan lahan yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastrukturnya. Pembangunan PLTS Likupang menjadi salah satu wujud komitmen pemerintah untuk segera beralih EBT yang lebih ramah lingkungan.

2. PLTS Oelpuah

Desa Oelpuah di Kabupaten Kupang, NTT, dulu kondisinya sama seperti kebanyakan desa lainnya yang ada di daratan Timor. Sering dianggap terbelakang, gersang, dan tak diperhitungkan. Kondisi alam yang kering memaksa warga setempat hanya bisa menggantungkan harapan mereka pada hujan untuk bercocok tanam.

Siapa sangka, kondisi alam yang tandus itu justru menjadi berkah tersendiri. Kondisi alam yang gersang, panas dan matahari terik malah cocok untuk lokasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang sumbernya berasal dari pemanfaatan intensitas cahaya matahari.

Di akhir tahun 2015 lalu, nama Oelpuah mulai dikenal publik. Pasalnya, pembangunan PLTS berdaya 5 MW yang berada di Kampung Bijaenaka, Desa Oelpuah telah rampung. Peresmiannya dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Januari 2016. Hebatnya, PLTS ini adalah yang terbesar di Indonesia dan terkoneksi dengan jaringan listrik PLN Timor yang berperan dalam memenuhi kebutuhan listrik di pulau tersebut.

Dapat dikatakan, kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS Oelpuah dinilai perkuat sistem kelistrikan di Timor karena memiliki kapasitas 5 megawatt peak (MWp) listrik dan menyumbang 4-5 persen listrik dari total 160 MW sistem kelistrikan di Timor. Berkat listrik, suplai listrik dan air bersih pun lancar. Usaha-usaha kecil yang mendukung ekonomi keluarga pun bergeliat. 

Di sisi lain, dibangunnya PLTS Oelpuah sangat berdampak bagi peluang investor yang ingin mengembangkan energi listrik terbarukan di wilayahnya. Bahkan, sejauh ini sudah banyak PLTS yang dibangun, seperti di Amfoang. Dan kini pihaknya amat sangat terbuka jika ada investor yang ingin mengembangkan potensi energi terbarukan di wilayah tersebut.

Selain itu, PLTS Oelpuah ini menjadi pusat studi, penelitian, dan praktik mahasiswa dari Program Studi Teknik Elektro Universitas Nusa Cendana, Kupang, dan sejumlah perguruan tinggi lain. Bahkan, sebagian dari mereka ada juga yang melamar pekerjaan di situ. Di PLTS Oelpuah dipekerjakan enam orang, dua orang tenaga operator, dua tenaga pengamanan, dan dua orang petugas kebersihan.

3. PLTS CCA (CocaCola Amatil)

PT Coca-Cola Amatil meresmikan atap panel surya yang diinstalasikan pada fasilitas pabrik produksi yang berlokasi di Cikarang Barat. Peresmian tersebut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, President Director Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum.

PLTS ini memiliki atap panel surya terbesar di ASEAN dan telah diresmikan pada September 2020. Seperti yang dijelaskan di atas, saat ini pemerintah memang sedang mendorong kontribusi renewable energy (energi baru terbarukan) menjadi 23% di tahun 2025 dan akan ditingkatkan setiap tahunnya. Melalui PLTS CCA ini, pemerintah berharap negara Indonesia bisa terus mengakselerasi pengembangan energi terbarukan dan memiliki panel surya terbesar di wilayah Asia Pasifik.

Diketahui, secara keseluruhan Coca-Cola Amatil menargetkan setidaknya 60 persen dari kebutuhan energi bersumber dari energi terbarukan dan rendah karbon pada tahun 2020. Atas upayanya tersebut, Coca-Cola Amatil Indonesia menerima penghargaan Solar PV Rooftop Champion 2020 dan kunjungan VII DPR (yang membawahi bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi, Lingkungan Hidup, Bapedal, BATAN, LIPI, BPPT dan Dewan Riset Nasional).

Masyarakat dan pemerintah Jawa Barat juga sangat mengapresiasi keberadaan PLTS CCA lantaran penggunaan atap panel surya dinilai bisa menjadi solusi di tengah ketersediaan energi konvensional yang semakin hari semakin menipis. Selain itu, PLTS atap juga akan mengurangi polusi udara yang dirasakan. Pihaknya juga berharap jika perusahaan lain yang ada di Jawa Barat bisa mengikuti jejak PLTS atap terbesar ketiga di Indonesia ini. 

4. PLTS Waduk Cirata

Oke, di urutan terakhir adalah PLTS Waduk Cirata yang berada di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (Jabar). PLTS ini mulai dibangun pada tahun 2021, dan menjadi PLTS terbesar di Asia dan PLTS terapung pertama di Indonesia.

PLTS Terapung Cirata dibangun oleh anak perusahaan PT PLN, yakni PT Pembangkit Jawa- Bali Investasi (PJBi) bermitra dengan Masdar, perusahaan yang berbasis di Uni Emirat Arab (UEA). PLTS Waduk Cirata merupakan salah satu project solar panel ramah lingkungan dan terbesar di Asia Tenggara dengan besaran 145 megawatt.

Dapat dikatakan bahwa proyek PLTS Terapung Cirata merupakan tonggak penting bagi Masdar. Selain mempererat hubungan kerja sama RI-UEA. Dirinya berharap Indonesia dengan sumber daya alam melimpah tetap menjadi potensi yang baik.

PLTS ini merupakan salah satu proyek yang bersifat strategis memberi kontribusi terhadap energi baru terbarukan di Indonesia. Dengan konsorsium bernama PT Pembangkitan Jawa- Bali Masdar Solar Energi (PSME) saham dimiliki oleh PJBi sebesar 51 persen, dan 49 persen oleh Masdar. Adapun untuk proyek PLTS Terapung di Cirata punya nilai investasi sebesar 129 juta dollar.

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa PLTS termasuk PLTS Atap di Indonesia kedepannya dipercaya memiliki potensi yang besar. Semakin banyak masyarakat yang ingin menggabungkan energi listrik konvensional seperti PLN dengan energi alternatif tenaga surya ini. Selain diminati di skala perumahan, kedepannya PLTS ini akan banyak diminati oleh skala industri atau pabrik. 

Sehingga, kita berharap bahwa keempat PLTS terbesar di Indonesia ini menjadi inspirasi perusahaan besar lainnya, untuk kontribusi dalam pemanfaatan EBT (Energi Baru Terbarukan) khususnya surya. Sekian penjelasan kali ini, semoga bermanfaat ya!